14 November 2008

Tahu tetapi Tidak Melakukan

Seorang bijak datang ke suatu desa dan menetap disana untuk memberikan pencerahan.Ketika ia memberikan ceramahnya, orang-orang desa berduyun-duyun datang memenuhi balai desa untuk memdengarkan. Ceramahnya sangat menarik dan membuat orang-orang tercerahkan. Karena itu, mereka selalu tak sabar menunggu datangnya pencerahan-pencerahan berikutnya. 

Namun penduduk desa kemudian menemukan fakta, ternyata orang bijak tersebut selalu menyampaikan ceramah yang sama. Merekapun curiga bahwa orang ini sebenarnya seorang penipu yang hanya mengetahui satu ceramah.

Tak dapat lagi menahan kesabaran, penduduk desa beramai-ramai mendatangi orang bijak ini dan bertanya, " Tak dapatkah Anda menyampaikan ceramah yang lain?" Ditanya demikian, orang bijak tersebut hanya tersenyum. " Saya belum melihat anda melakukan apa yang telah saya sampaikan dalam ceramah pertama," katanya. "Jadi mengapa saya harus membebani Anda dengan hal yang lain?"

Apa yang dikatakan oleh orang tersebut sebetulnya sering kita alami. Banyak di antara kita yang kerap merasa cukup hanya dengan mengetahui sesuatu. Kita membaca banyak buku, mengikuti berbagai diskusi, menghadiri berbagai pelatihan. Namun perilaku kita tidak juga berubah. Kita tidak melakukan apa-apa. Kebiasaan lama yang tidak efektif masih terus kita jalankan. Ini tentu saja sebuah pemborosan yang tidak sedikit.

Ketika selesai memberikan pelatihan kepemimpinan di banyak tempat, tak sedikit peserta memberikan tanggapan positif sambil menanyakan positif sambil menanyakan, "kapan kita akan melakukan pelatihan lagi?" atau, "Apakah ada materi lanjutan untuk topik ini?". Tentu saja, saya merasa tersanjung dengan apresiasi yang luar biasa ini. Namun diam-diam saya sering membatin sambil mengatakan bahwa sebetulnya pelatihan ini sudah cukup. Yang diperlukan adalah penerapannya. Bukanlah sia-sia ketika pelatihan demi pelatihan dilakukan tanpa ada perubahan perilaku apa pun.

Meskipun demikian , fakta ini sering dilupakan orang: mengetahui tidak akan pernah membawa perubahan. Mengetahui tidak akan mengubah nasib Anda , yang akan mengubah nasib adalah melakukan! Namun, mengapa banyak orang tahu, tapi tidak melakukan apa-apa?

Ada tiga hal yang menjadi penyebabnya:

Pertama, Karena mengetahui sering memberikan sensasi hebat. Ketika mengetahui sesuatu anda merasa di atas kebanyakan orang. Mengetahui menimbulkan kebanggan tersendiri. Inilah yang saya sebut sebagai "Ilusi Pengetahuan". Ilusi ini berbunyi ”kita sudah berubah hanya dengan mengetahui.” Mengetahui sering memberikan jebakan tersendiri berupa perasaan aman dan nyaman. Dengan mengetahui, kita merasa siap menghadapai segala masalah.

Bahkan sekedar mengumpulkan buku yang tak pernah sempat kita baca maupun memunculkan ilusi ini. Ketika bersekolah dulu, saya dan kawan-kawan senantiasa membeli banyak buku serta memfotokopi berbagai diktat kuliah jauh lebih banyak dari dapat kita baca, semata-mata karena hal ini memberikan ketenangan psikologis kepada kami. Dengan menumpuk buku, kami merasa siap menghadapi tugas apapun. Padahal bahan yang bertumpuk itu tak pernah sekalipun kami baca, sehingga tidak akan pernah berpengaruh terhadap pengetahuan, apalagi kehidupan kami. Rasa aman yang tercipta sebenarnya hanyalah sebuah ilusi yang menyesatkan.

Kedua, orang tidak melakukan apa yang mereka ketahui karena mereka tidak memeliki alasan untuk melakukannya. Bukanlah ketika kita sehat kita tidak punya alasan yang kuat untuk berolah raga? Bukankah ketika perusahaan sedang naik daun kita tidak merasa perlu melakukan perubahan? Ini disebut "Ilusi perubahan" yang mengatakan bahwa satu-satunya alasan yang masuk akal untuk perubahan adalah ketika terjadi krisis. Padahal perubahan yang terjadi karena krisis pasti terasa menyakitkan, membutuhkan biaya yang besar, dan sering sudah terlambat. Bukankah alasan terbaik untuk melakukan perubahan adalah buat mempertahankan posisi yang sudah kita nikmati selama ini?
Bukankah perubahan mestinya adalah sesuatu yang kita "haruskan" kepada diri kita sendiri, bukannya menunggu hal itu "diharuskan" oleh situasi, keadaan, pelanggan dan pesaing?

Ketiga, orang tidak melakukan apa yang sudah diketahuinya karena tidak mau meninggalkan zona nyamannya. Apa pun yang biasa kita lakukan memang mencipkan gaya gravitasi yang luar biasa. Karena itu, keinginan menerapkan sesuatu yang baru selalu menciptakan medan pertempuran dalam diri kita. Pertempuran ini sering berjalan tidak seimbang karena kebiasaan lama pasti memiliki gaya tarik yang lebih besar. Belum lagi, ada faktor lingkungan yang juga cukup besar pengaruhnya. Maka, tidak aneh bahwa pertarungan ini akan dengan mudah dimenangi kebiasaan-kebiasaan lama kita.

Semua pengetahuan yang tidak dimanfaatkan sebenarnya hanyalah satu bentuk pemborosan. Kapan Anda tahu bahwa perlu menelepon seorang pelanggan? Akan tetapi, kapan Anda benar-benar meneleponnya? Kapan Anda tahu bahwa membangun jejaring itu penting bagi Anda? Akan tetapi, kapan Anda mulai membangun jejaring tersebut? Kesenjangan antara "Kapan Anda mengetahui" dan "Kapan Anda melakukan", itulah definisi pemborosan waktu. Lebih jauh lagi, Anda sebenarnya baru disebut sebagai seorang pemimpin bila Anda melakukan" bukan sekedar "mengetahui". Bahkan, bukankah di akhir hidup kita, kita tidak akan ditanya mengenai apa yang kita ketahui? Bukankah pertanyaan terpenting adalah apa yang telah kita lakukan?

Oleh Arvan Pradiansyah

Tidak ada komentar: