07 Februari 2009

Tuhan Sembilan Senti

Tuhan Sembilan Senti 

Oleh Taufiq Ismail 

(dalam rangka mendukung fatwa MUI)


Indonesia adalah sorga luar biasa ramah bagi perokok, 
tapi tempat siksa tak tertahankan bagi orang yang tak merokok, 

Di sawah petani merokok, 
di pabrik pekerja merokok, 
di kantor pegawai merokok, 
di kabinet menteri merokok, 
di reses parlemen anggota DPR merokok, 
di Mahkamah Agung yang bergaun toga merokok, 
hansip-bintara- 
perwira nongkrong merokok, 
di perkebunan pemetik buah kopi merokok, 
di perahu nelayan penjaring ikan merokok, 
di pabrik petasan pemilik modalnya merokok, 
di pekuburan sebelum masuk kubur orang merokok, 

Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu- na’im 
sangat ramah bagi perokok, 
tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok, 

Di balik pagar SMU murid-murid mencuri-curi merokok, 
di ruang kepala sekolah ada guru merokok, 
di kampus mahasiswa merokok, 
di ruang kuliah dosen merokok, 
di rapat POMG orang tua murid merokok, 
di perpustakaan kecamatan ada siswa bertanya 
apakah ada buku tuntunan cara merokok, 

Di angkot Kijang penumpang merokok, 
di bis kota sumpek yang berdiri yang duduk 
orang bertanding merokok, 
di loket penjualan karcis orang merokok, 
di kereta api penuh sesak orang festival merokok, 
di kapal penyeberangan antar pulau penumpang merokok, 
di andong Yogya kusirnya merokok, 
sampai kabarnya kuda andong minta diajari pula merokok, 

Negeri kita ini sungguh nirwana 
kayangan para dewa-dewa bagi perokok, 
tapi tempat cobaan sangat berat 
bagi orang yang tak merokok, 

Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru, 
diam-diam menguasai kita, 

Di pasar orang merokok, 
di warung Tegal pengunjung merokok, 
di restoran di toko buku orang merokok, 
di kafe di diskotik para pengunjung merokok, 

Bercakap-cakap kita jarak setengah meter 
tak tertahankan asap rokok, 
bayangkan isteri-isteri yang bertahun-tahun 
menderita di kamar tidur 
ketika melayani para suami yang bau mulut 
dan hidungnya mirip asbak rokok, 

Duduk kita di tepi tempat tidur ketika dua orang bergumul 
saling menularkan HIV-AIDS sesamanya, 
tapi kita tidak ketularan penyakitnya. 
Duduk kita disebelah orang yang dengan cueknya 
mengepulkan asap rokok di kantor atau di stopan bus, 
kita ketularan penyakitnya. 
Nikotin lebih jahat penularannya 
ketimbang HIV-AIDS, 

Indonesia adalah sorga kultur pengembangbiakan nikotin paling subur di dunia, 
dan kita yang tak langsung menghirup sekali pun asap tembakau itu, 
Bisa ketularan kena, 

Di puskesmas pedesaan orang kampung merokok, 
di apotik yang antri obat merokok, 
di panti pijat tamu-tamu disilahkan merokok, 
di ruang tunggu dokter pasien merokok, 
dan ada juga dokter-dokter merokok, 

Istirahat main tenis orang merokok, 
di pinggir lapangan voli orang merokok, 
menyandang raket badminton orang merokok, 
pemain bola PSSI sembunyi-sembunyi merokok, 
panitia pertandingan balap mobil, 
pertandingan bulutangkis, 
turnamen sepakbola 
mengemis-ngemis mencium kaki sponsor perusahaan rokok, 

Di kamar kecil 12 meter kubik, 
sambil ‘ek-’ek orang [***] merokok, 
di dalam lift gedung 15 tingkat 
dengan tak acuh orang [***] merokok, 
di ruang sidang ber-AC penuh, 
dengan cueknya, 
pakai dasi, 
orang-orang [***] merokok, 

Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu- na’im 
sangat ramah bagi orang perokok, 
tapi tempat siksa kubur hidup-hidup 
bagi orang yang tak merokok, 

Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru, 
diam-diam menguasai kita, 

Di sebuah ruang sidang ber-AC penuh, 
duduk sejumlah ulama terhormat merujuk 
kitab kuning dan mempersiapkan sejumlah fatwa. 
Mereka ulama ahli hisap. 
Haasaba, yuhaasibu, hisaaban. 
Bukan ahli hisab ilmu falak, 
tapi ahli hisap rokok. 
Di antara jari telunjuk dan jari tengah mereka 
terselip berhala-berhala kecil, 
sembilan senti panjangnya, 
putih warnanya, 
ke mana-mana dibawa dengan setia, 
satu kantong dengan kalung tasbih 99 butirnya, 

Mengintip kita dari balik jendela ruang sidang, 
tampak kebanyakan mereka 
memegang rokok dengan tangan kanan, 
cuma sedikit yang memegang dengan tangan kiri. 
Inikah gerangan pertanda 
yang terbanyak kelompok ashabul yamiin 
dan yang sedikit golongan ashabus syimaal? 

Asap rokok mereka mengepul-ngepul di ruangan AC penuh itu. 
Mamnu’ut tadkhiin, ya ustadz. 
Laa tasyrabud dukhaan, ya ustadz. 
Kyai, ini ruangan ber-AC penuh. 
Haadzihi al ghurfati malii’atun bi mukayyafi al hawwa’i. 
Kalau tak tahan, 
Di luar itu sajalah merokok. 
Laa taqtuluu anfusakum. 

Min fadhlik, ya ustadz. 
25 penyakit ada dalam khamr. 
Khamr diharamkan. 
15 penyakit ada dalam daging khinzir (babi). 
Daging khinzir diharamkan. 
4000 zat kimia beracun ada pada sebatang rokok. 
Patutnya rokok diapakan? 

Tak perlu dijawab sekarang, ya ustadz. 
Wa yuharrimu ‘alayhimul khabaaith. 
Mohon ini direnungkan tenang-tenang, 
karena pada zaman Rasulullah dahulu, 
sudah ada alkohol, 
sudah ada babi, 
tapi belum ada rokok. 

Jadi ini PR untuk para ulama. 
Tapi jangan karena ustadz ketagihan rokok, 
Lantas hukumnya jadi dimakruh-makruhkan, 
jangan, 

Para ulama ahli hisap itu terkejut mendengar perbandingan ini. 
Banyak yang diam-diam membunuh tuhan-tuhan kecil yang kepalanya berapi itu, 
yaitu ujung rokok mereka. 
Kini mereka berfikir. 
Biarkan mereka berfikir. 
Asap rokok di ruangan ber-AC itu makin pengap, 
dan ada yang mulai terbatuk-batuk, 

Pada saat sajak ini dibacakan malam hari ini, 
sejak tadi pagi sudah 120 orang di Indonesia mati karena penyakit rokok. 
Korban penyakit rokok 
lebih dahsyat ketimbang korban kecelakaan lalu lintas, 
lebih gawat ketimbang bencana banjir, 
gempa bumi dan longsor, 
cuma setingkat di bawah korban narkoba, 

Pada saat sajak ini dibacakan, 
berhala-berhala kecil itu sangat berkuasa di negara kita, 
jutaan jumlahnya, 
bersembunyi di dalam kantong baju dan celana, 
dibungkus dalam kertas berwarni dan berwarna, 
diiklankan dengan indah dan cerdasnya, 

Tidak perlu wudhu atau tayammum menyucikan diri, 
tidak perlu ruku’ dan sujud untuk taqarrub pada tuhan-tuhan ini, 
karena orang akan khusyuk dan fana 
dalam nikmat lewat upacara menyalakan api 
dan sesajen asap tuhan-tuhan ini, 

Rabbana, 
beri kami kekuatan menghadapi berhala-berhala ini.