24 September 2008

Filosofi



Tidak ada pahlawan sejati yang besar yang tidak mempunyai struktur filosofi yang solid dan kuat. Filosofi adalah sebuah ruang kecil dalam kepribadian kita darimana seluruh tindakan diarahkan dan dikontroI. Tindakan-tindakan kepahlawanan selalu lahir dari pikiran-pikiran kepahlawanan. Orang-orang yang tidak mempunyai pikiran-pikiran besar tidak akan pernah terarahkan untuk melakukan tindakan-tindakan kepahlawanan.


Filosofi adalah kerangka pikiran yang terbentuk sedemikian rupa dalam diri kita dan berfungsi memberi kita ruang bagi semua tindakan yang “mungkin" kita lakukan. Semakin luas "kerangka berpikir" itu semakin luas pula "wilayah tindakan" yang mungkin kita lakukan. Saya menyebutnya “wilayah kemungkinan”. Setiap tindakan yang mempunyai wujud dalam pikiran kita akan segera masuk dalam wilayah kemungkinan. Pada saat sebuah tindakan masuk dalam wilayah kemungkinan itu, kita akan segera merasakan sesuatu yang ingin saya sebut sebagai “perasaan berdaya". Yaitu semacam keyakinan yang menguasai jiwa kita bahwa kita "mampu" melakukannya. Keyakinan itu saja sudah memadai untuk merangsang dorongan dari dalam jiwa kita untuk melakukannya. Begitulah akhirnya “tekad" terbentuk. Dan tekad seperti ini adalah "power" karena ia lahir dari perasaan berdaya.


Filosofi terbentuk dalam diri kita sebagai kumulasi dari kerja-kerja imajinatif. Sedangkan imajinasi itu sendiri merupakan bagian dari fungsi pikiran dan emosi sekaligus. Itu merupakan proses yang saling sublim dalam diri kita, tapi sekaligus merupakan tahapan kreativitas yang sangat mempengaruhi perkembangan kepribadian kita. Seperti ketika kita menyusun kata menjadi kalimat, atau memadukan warna menjadi gambar, atau menyerap selera ke dalam desain, seperti itulah imajinasi mempertautkan anak-anak pikiran menjadi sebuah filosofi.

Sebagian dari yang terekam dalam filosofi itu, adalah cara memaknai suatu sisi kepahlawanan. Misalnya cara Khalid bin Walid memaknai jihad atau peperangan yang menjadi sisi kepahlawanannya. Ia pernah mengatakan; “Berada pada suatu malam yang sangat dingin untuk berjihad di jalan Allah lebih aku senangi daripada mendapatkan hadiah seorang pengantin perempuan cantik di malam pengantin."  

Atau misalnya cara ‘Amr bin ‘Ash memaknai keterampilan politik seorang pemimpin: ‘Jika seorang pemimpin tahu bagaimana memasuki suatu urusan, ia harus juga mengetahui bagaimana cara keluar dari urusan itu, sesempit apapun jalan keluar yang tersedia."

Atau misalnya cara Umar bin Khattab memaknai akseptabilitas seorang pemimpin dimata Allah dalam sebuah pesannya kepada para pejabat di masa kekhilafahannya: "Ketahuilah kedudukan Anda di mata Allah sesuai dengan tingkat penerimaan masyarakat kepada Anda." 

Tapi filosofi juga membicarakan harapan-harapan kita, arti kehormatan, sumber motivasi, yang kita sukai dan kita benci, proses pemaknaan terhadap sesuatu, fungsi keterampilan kepribadian, dan seterusnya. Yang akhirnya, apa yang digambarkan oleh filosofi itu adalah keseluruhan kepribadian kita. Itulah kunci kepribadian kita. Wallahu’alam.

H.M. Anis Matta, Lc

Tidak ada komentar: