11 November 2008

Pahlawan...Sebuah Ironi Pengakuan


Hari ini jalanan cukup macet, bahkan hampir terlambat absen pagi. Disamping hari senin, ternyata disana-sini banyak peringatan Hari Pahlawan.

Pahlawan…, sebuah kata yang menginspirasi saya untuk browsing sana-sini mencari pencerahan dan referensi tetangnya lebih lanjut. Akhirnya singgahlah saya di http://http://id.wikipedia.org/wiki/Pahlawan_nasional_Indonesia yang menyajikan daftar nama Pahlawan Nasional per 10 Nopember 2006 yang berjumlah 138 tokoh.

Ada beberapa nama yang sudah sangat familiar bagi telinga saya seperti Jenderal Sudirman, Sultan Hasanuddin, Teuku Umar sampai para Pahlawan Revolusi.

Ada juga beberapa nama yang baru saya baca tetapi setelah melihatnya saya bisa memaklumi alasan pemberian gelar Pahlawan Nasioanal seperti Andi Djemma, Usman Janatin, Harun dan beberapa lagi (mungkin saya yang kurang baca).

Tapi ada beberapa nama yang sudah tidak asing tetapi membuat saya terperanjat ketika namanya tercantum dalam daftar tersebut. Pertama Fatmawati, jasa terbesarnya adalah menjahit bendera pusaka yang dikibarkan saat proklamasi. Ada juga Siti Hartinah, mungkin jasanya adalah ikut dalam perang kemerdekaan tetapi yang jelas tercantum adalah bahwa beliau isteri Presiden Suharto. Kemudian Ada Tengku Rizal Nurdin, Gubernur Sumatera Utara yang meninggal saat pesawatnya jatuh ketika hendak menghadiri rapat dengan Presiden.

Tanpa mengurangi rasa hormat dan ucapan terima kasih atas jasa-jasa Beliau, apakah alasan pemerintah menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada mereka sudah tepat? Saya berharap jawabannya adalah “sudah tepat” karena tidak mungkin kita mundur kebelakang.

Akan tetapi jika memang sudah tepat harusnya ini menjadi konsideran bagi pemerintah untuk melakukan hal yang sama kepada semua orang yang melakukan hal serupa apalagi yang lebih besar.

Saya jadi teringat sekelompok peneliti IPTN yang jatuh bersamaan dengan pesawat yang sedang diujicobakan demi membangun dunia dirgantara Indonesia. Saya juga membayangkan bahwa para pahlawan besar pastilah didampingi isteri yang menjahitkan bajunya, menyediakan makanannya dan memberi ketenangan kepadanya sehingga sang pahlawan bisa optimal saat berjuang. Saya juga ingat Mang Udin yang setiap bulan Juli menjahit ribuan bendera merah putih sehingga banyak orang bisa mengibarkannya di bulan Agustus.

Diujung browsing saya ketemu sabuah berita bahwa tahun ini…, ya di tahun 2008 ini pemerintah baru menganugerahkan gelar Pahlawan Nasioanal kepada sebuah nama yang sangat saya kenal mungkin juga Anda bahkan seluruh Rakyat Indonesia. Sebuah nama yang jasanya bisa kita rasakan, semangatnya diabadikan bahkan dalam semangat peringatan Hari Pahlawan. Sebuah nama yang sangat boleh jadi telah dianggap sebagai Pahlawan sebelum dikukuhkan. ”Bung Tomo”.

Setelah tanya sana-sini barulah saya peroleh data bahwa alasan tertundanya pemberian gelar Pahlawan Nasional adalah bahwa keluarga Bung Tomo tidak atau belum mengajukan usulan. Kedua, karena alasan politik terutama diera Sukarno dan Suharto yang banyak bertentangan sikap dengan Bung Tomo.

Tidak ada komentar: